Minggu, 27 Maret 2016

Proses K3 Pada Pabrik Kimia

Keselamatan bahan kimia adalah upaya perlindungan kesehatan manusia dan atau pekerja, fasilitas dan instalasi serta lingkungan di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia dari penyalahgunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia yang salahBahan kimia banyak digunakan dalam lingkungan Industri, yang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1.    Industri Kimia,
Industri yang mengolah dan menghasilkan bahan-bahan kimia, diantaranya a) Industri pupukb) asam sulfat c) sodad) bahan peledak e) pestisida f) cat , g) deterjen. Industri kimia dapat diberi batasan sebagai industri yang ditandai dengan penggunaan proses-proses yang bertalian dengan perubahan kimiawi atau fisik dalam sifat-sifat bahan tersebut dan khususnya pada bagian kimiawi dan komposisi suatu zat.
2.    Industri Pengguna Bahan Kimia, yaitu industri yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu proses, diantaranya industri tekstil, kulit, kertas, pelapisan listrik, pengolahan logam, obat-obatan dan lain-lain.
A.  Identifikasi Masalah
Dalam lingkungan kerja tersebut, banyak bahan kimia yang terpakai tiap harinya sehingga para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia  tersebut. Bahaya ini terkadang meningkat dalam kondisi tertentu mengingat sifat bahan-bahan kimia itu, seperti mudah terbakar, beracun, dan sebagainya.  Dengan demikian, jelas bahwa bekerja dengan bahan-bahan kimia mengandung risiko bahaya, baik dalam proses, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan penggunaannya. Akan tetapi, betapapun besarnya bahaya bahan-bahan kimia tersebut, penanganan yang benar akan dapat mengurangi atau menghilangkan risiko bahaya yang diakibatkannya.
B.  Bahaya Yang Terjadi Pada Perusahaan di Industri Kimia 
1.    Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action)
a.    Pada saat bekerja sambil merokok yang dapat menyebabkan kebakaran pada bahan kimia
b.    Memakai pakaian yang longgar karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja
c.    Pekerja berlari – lari di area bekerja
d. Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri yang sudah tersedia seperti penggunaan topi keselamatan, sepatu keselamatan kerja dan lain sebagainya.
e. Menempatkan bahan kimia di tempat yang beresiko untuk jatuh atau sembarangan menempatkan bahan kimia.
2.    Keadaan Tidak Aman (Unsafe Condition)
a.    Tidak memiliki SOP yang jelas
b.    Penempatan bahan kimia yang tidak terkelompokkan jenisnya
c.    Cara penyimpanan bahan kimia yang tidak baik
d.   Cara Penanganan bahan kimia yang tidak baik
e.    ventilasi yang tidak baik dapat mempengaruhi bahan kimia
f.     bangunan tidak memiliko sistem drainase yang baik.
C.  Contoh Peraturan Umum K3 Pada Indutri Kimia
Peraturan – peraturan mengenal keselamatan dipersiapkan guna melindungi setiap orang, karenanya setiap orang harus ikut berperan. berikut ini adalah peraturan – peraturan dasar keselamatan umum berlaku:
1.    Menjadikan kepedulian utama anda untuk sadar akan keselamatan setiap saat.
2.    Dilarang keras berkelahi dan bercanda kasar.
3.  setiap kebakaran dapat dipadamkan atau  harus segera dilaporkan kepada safety officer atau supervisor tingkat pertama yang bertugas pada daerah tersebut.
4. Alat Pemadam kebakaran, kotak alarm, pintu darurat pada saat kebakaran, alat bantu pernafasan, tempat membilas mata, dan semua peralatan darurat yang harus dalam keadaan baik dan lokasinya bebas dari hambatan.
5.  Semua cedera sekecil apapun harus dilaporkan dengan segera kepada safety officer yang akan melakukan penyelidikan kecelakaan di tempat kerja.
dan lain sebagainya
6.    Selalu memahami pintu darurat penyelamatan diri dan bekerja dengan aman.
D.  Tipe Bahaya Bahan Kimia
1.    Bahan Kimia Mudah Terbakar
Bahan mudah terbakar adalah bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran. Bahan mudah terbakar dapat diklasifikasikan menjadi:
a.    Zat padat mudah terbakar
b.    Zat cair mudah terbakar
c.    Gas mudah terbakar
2   Bahan Kimia Mudah Meledak
Bahan kimia mudah meledak adalah bila reaksi kimia bahan tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehungga menimbulkan kerusakan di sekelilingnya.
3.    Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air
Bahan Reaktif adalah bahan yang bila bereaksi dengan air akan mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar
4.    Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam
Bahan reaktif terhadap asam akan menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas – gas yang beracun dan korosif.
5.   Bahan Kimia Korosif
Bahan korosif adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat merusak logam. bahan kimia korosif antara lain seperti asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3) dan lain sebagainya.
6.   Bahan Kimia Iritan
Bahan iritan adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat menimbulkan kerusakan atau peradangan atau sensitisasi bila kontak dengan permukaan tubuh yang lembab seperti kulit, mata dan saluran pernapasan. Menurut bentuk zat, bahan iritan dapat dibagi menjadi 3 kelompok seperti:
a.    Bahan iritan padat
b.    Bahan iritan cair
c.    Bahan iritan gas
7.   Bahan Kimia Beracun
Bahan kimia beracun dapat didefinisikan sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Bahan – bahan beracun dalam industri dapat digolongkan dalam beberapa golongan, yakni:
a.    Senyawa logam dan metaloid
b.    Bahan pelarut
c.    Gas – gas beracun
d.   Bahan Karsinogenik
e.    Pestisida
8Bahan Kimia Karsinogenik
Bahan lain yang dapat mengubah struktur genetik manusia seperti kanker, mutagenesis.
9.  Gas Bertekanan
Bahan ini adalah gas yang disimpan dalam tekanan tinggi, baik gas yang ditekan, gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dengan tekanan.
10.  Bahan Kimia Oksidator
Bahan ini adalah bahan kimia, yang mungkin tidak terbakar, tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran pada bahan – bahan lainnya.
E. Rekomendasi Pengendalian Bahaya Bahan Kimia Saat Pembelian, Penyimpanan dan Penanganan
1.    Pembelian
Proses pembelian bahan kimia menyangkut kerja sama beberapa unit kerja seperti pihak pengguna, bagian pembelian, bagian K3 dan bagian gudang. Bagian K3 perlu memberitahukan kepada bagian lain tentang adanya larangan penggunaan bahan kimia. Bagian pembelian, berdasarkan laporan bagian gudang mencari solusi bersama dengansupplier atau melakukan komplain jika bahan kimia tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Jika tidak komplain maka akan berbahaya.
2.    Penyimpanan
penyimpanan bahan kimia tergantung pada beberapa faktor bukan pada biaya dan ruang yang ada dan rekomendasi yang umum adalah bahan kimia harus diletakkan ditempat yang dingin, kering, ventilasi baik dan bangunannya memiliki drainase yang baik. Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus mengantisipasi terjadinya kebocoran, sehingga diperlukan peralatan yang memadai untuk mencegah limbah bahan kimia berbahaya masuk kedalam tanah atau perairan. bahan kimia harus ditempatkan sesuai dengan jenisnya. suatu bahan kimia mudah terbakar dapat ditempatkan dengan bahan kimia lain yang juga mudah terbakar pada satu area tetapi satu jenis bahan kimia seperti alkohol seharusnya ditempatkan diarea yang sama. Untuk memudahkan jenis bahan kimia maka diberi papan tanda.
3.    Penanganan
Pada drum bahan kimia berbahaya yang mudah terbakar yang sebagian isinya dipindahkan kewadah lain yang lebih kecil perlu diberi kabelground yaitu kabel yang menghubungkan drum besar dengan tanah. hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya listrik statis, akibat aliran bahan kimia, yang dapat memicu percikan api yang dapat mengakibatkan kebakaran.

Minggu, 20 Maret 2016

Proses K3 Pada Pertambangan

A.    Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
B.     Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
  1. Faktor Personil
    1. Kelemahan Pengetahuan dan Skill
    2. Kurang Motivasi
    3. Problem Fisik
    4. Faktor Pekerjaan
      1. Standar kerja tidak cukup Memadai
      2. Pemeliharaan tidak memadai
      3. Pemakaian alat tidak benar
      4. Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
  1. Tindakan Tidak Aman
    1. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
    2. Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
    3. Posisi kerja yang salah
    4. Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
    5. Kondisi Tidak Aman
      1. Tidak cukup pengaman alat
      2. Tidak cukup tanda peringatan bahaya
      3. Kebisingan/debu/gas di atas NAB
      4. Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan Prosentasenya:
  1. Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
  2. Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
  3. Diluar kemampuan manusia (2%)
C.    Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
D.    Kecelakaan Kerja Tambang
  • Pengertian Batubara
Batubara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan lumpur, pasir, dan lempung sselama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya gerak tektonik mengakibatkan terjadinya kebakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang mudah terbakar yang bernama batubara.
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia, selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia.
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran  kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
  • Pengertian Kerja tambang
Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek.
  • Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
  1. Kecelakaan Benar Terjadi
  2. Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
  3. Akibat Kegiatan Pertambangan
  4. Pada Jam Kerja Tambang
  5. Pada Wilayah Pertambangan
  • Penggolongan Kecelakaan tambang
  1. Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula  lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.
  1. Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
  1. Berdasarkan cedera korban, yaitu :
  • Retak Tengkorak kepala, tulang     punggung pinggul, lengan bawah/atas,   paha/kaki
  • Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
  • Luka berat, terkoyak
  • Persendian lepas
  1. Berdasarkan penelitian heinrich:
  • Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
  1. Alat pelindung diri (12%)
b.    Posisi kerja (30%)
c.    Perbuatan seseorang (14%)
d.   Perkakas (equipment) (20%)
e.    Alat-alat berat (8%)
f.     Tata cara kerja (11%)
g.    Ketertiban kerja (1%)
  • Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.
  • E.     Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja
  • Manajemen K3
  1. Pengorganisasian dan Kebijakan K3
  2. Membangun Target dan Sasaran
  3. Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
  4. SOP
Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk memperoleh hasil yang sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien dan aman
  1. Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian
  2. Inspeksi dan Pengujian K3
  3. Komunikasi K3
  4. Pembinaan
  5. Investigasi Kecelakaan
  6. Pengelolaan Kesehatan Kerja
  7. Prosedur Gawat Darurat
  8. Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal dan terwujudnya  “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .
  • Pedoman Peraturan K3 Tambang
  1. Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang
  2. UU No. 11 Tahun 1967
  3. UU No. 01 Tahun 1970
  4. UU No. 23 Tahun 1992
  5. PP No. 19 Tahun 1970
  6. Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
  7. Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
  8. Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
  9. Kepmen  PE. No.2555 K/26/MPE/1994
  10. Kepmen  PE  No. 555 K/26/MPE/1995
  11. Kepmen  Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
  12. Kepmen ESDM  No. 1453 K/29/MEM/2000
F.     Sistem manajemen k3 di pertambangan
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
  1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
  2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
  3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
  4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :
  1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
  2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
  3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
  1. Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
    1. Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
    2. Karakteristik gas
    3. Sumber pemicu kebakaran/ledakan
    4. Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
      1. Pengukuran konsentrasi gas
      2. Pengontrolan sistem ventilasi tambang
      3. Pengaliran gas (gas drainage)
      4. Penggunaan alat ukur gas
      5. Penyiraman air (sprinkling water)
      6. Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
      7. Teknik pencegahan ledakan tambang
        1. Penyiraman air (water sprinkling)
        2. Penaburan debu batu (rock dusting)
        3. Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
        4. Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
          1. Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
          2. Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
          3. Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
          4. Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
            1. Pemisahan rute (jalur) ventilasi
            2. Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.


Sumber:https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/06/01/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-di-pertambangan/